Berhitung dengan Allah

2 min readDec 23, 2024

Petang hari sekitar pukul 18.00 WIB, aku akhirnya sampai dirumah lepas bekerja, baru saja buka pintu dan salam, Mama menyambutku dengan berkata bahwa ia hari ini sakit dan pegal-pegal, sudah lama menungguku, beliau sangat ingin dikerokin olehku.

Biasanya tak masalah bagiku untuk melakukan itu, aku senang memanjakan Mama, tapi hari itu kalau boleh jujur aku sangat lelah, mendengar itu aku malah ingin menangis dan ingin sekali rasanya marah-marah. Tapi aku tak tega, melihat wajah seorang Ibu yang juga rasanya ia kelelahan, siapa yang tega?

Jadi tanpa sadar aku menjawab ketus, “Yaudah tunggu, abis maghrib”
Setelah berganti baju dan sholat maghrib aku ke kamar Mama dan dengan wajah cemberut aku mulai mengeroki Mama. Sepertinya Mama sudah tahu aku kesal, Mamaku berkata, “Capek ya? kalau capek gausah gapapa kak”

Sewaktu mendengar nada sedih itu aku jadi tambah tak tega, harusnya aku berterimakasih Mama tidak ikut emosi sepertiku dan inisiatif untuk bertanya soal perasaanku. Akhirnya aku rilekskan tubuhku, aku lepaskan marahku dan menarik nafas, “Enggak Ma, kaka mulai ya,”

Satu menit, dua menit, rasa pegal di tangan, punggung dan pundakku masih terasa karena mengetik dan menulis seharian. Selama menit-menit awal itu emosi di kepalaku naik turun, aku larut sendiri dalam pikiranku. Di menit selanjutnya, aku mendengar dengkuran Mama. Mama hampir tertidur lelap saat aku mulai memijat punggungnya dengan kayu putih, saat itu mataku berkaca-kaca. Entah karena apa aku menangis -pikirku, aku berhati-hati untuk tak bersuara, lalu saat air mataku mulai menetes agak deras, aku tiba tiba terhenyak. Pegal-pegal itu, seluruh sakit yang tadi aku keluhkan dalam hatiku, tiba-tiba hilang. Tanganku berhenti sebentar.

‘beneran hilang?’

Bukannya reda tangisan kecilku makin menjadi, syukurlah Mama tidak bangun.

Tahukah mengapa aku menangis? karena ini sudah sering terjadi, apapun yang kulakukan untuk orang lain, selalu dikembalikan Allah padaku. Apalagi untuk orangtuaku. Aku sudah tahu, kalau aku tidak akan pernah rugi berhitung dengan Allah, tidak akan pernah setara. Tangis itu campur aduk, antara haru, kecewa, lega, rindu dan lelah jadi satu. Pada Allah dan pada diriku, seluruh perasaan dariku yang seringnya tak bijaksana, kepada Allah yang selalu memanjakanku dan sabar menungguku hingga sadar. Mengingatnya, menulis ini pun rasanya aku ingin menangis.

--

--

From the Heart to the Cloud
From the Heart to the Cloud

Written by From the Heart to the Cloud

My soul is a faith to be nurtured, my body is a law to be kept in a time.

No responses yet