Ujian Kebodohan
Di suatu malam aku berpikir,
“Apa ini ujian atau hukuman? Apa karena Tuhan pikir aku sanggup atau karena aku tenggelam dalam kebodohan?”
Kalau orang bertanya padaku, apa ujian terberat yang paling aku takuti.
Jawabannya ‘ujian kebodohan’. Saat kita ditempatkan di tempat gelap, kotor, tertutup dan sempit.
Gelap karena kita tidak bisa memperkirakan apa yang ada di depan, di samping dan dibelakang. Dibayang-bayangi ketakutan karena rasa tidak aman yang dingin hingga membuatku menggigil.
Kotor karena banyaknya waktu luang dimana kita dituntut memimpin diri sendiri sepenuhnya tanpa paksaan, dan aku tahu lebih dari siapapun godaan jalan pintas, kemalasan dan kenikmatan yang terus menyapaku saat jalan tertatih untuk beristirahat tanpa bersuci.
Tertutup karena menyadari, bahwa orang-orang sibuk dengan perkaranya masing-masing dan kau tidak bisa menceritakan kisah yang tak berbentuk dan membisikkan ke telinga orang lain yang telah penuh dengan lagu hidupnya sendiri. Saat kamu tidak dapat menjelaskan kecamuk dalam pikiranmu dan hatimu, kamu tahu bahwa ini yang namanya terisolir.
Dan sempit, karena kamu terjebak di lubang, tak punya sekop, tak punya tali, kau hanya bisa mengandalkan kaki dan tanganmu yang kadang kamu sendiri tidak yakin apakah tangan dan kaki ini cukup kuat untuk diandalkan.
Semuanya karena kebodohan, karena kurang belajar dan kurang mengerti. Di saat seperti ini hanya sabar yang bisa kupikirkan. Sabar menahan sakit dan lelahnya belajar, dan sabar untuk menahan hati untuk tidak menumbuhkan iri dan putus asa.
Disaat ujian dan hukuman kebodohan ini, di satu sisi aku bersyukur, karena aku tidak punya pilihan selain bersandar pada Rabb-ku dan Masya Allah, Tuhan membuatku seringan debu untuk mengatakan, “Hasbunallah wani’mal wakil ni mal maula wani’man nasir, cukuplah Allah menjadi penolong, dan Allah adalah sebaik-baiknya pelindung.”
Aku sakit dan kadang-kadang kewalahan, karena sungguh aku merasa perjalanan ku masih sangat jauh, dan tiap langkah rasanya bebanku makin berat, makin serius dan makin menakutkan. Tanggung jawab, masa depan dan waktu yang terus berjalan. Semuanya datang memburu seperti anak panah di medan perang. Dan sungguh saat aku memikirkan baik-baik siapa yang paling bodoh di dunia ini, aku tidak bisa memikirkan siapapun kecuali diriku sendiri.
Aku merasa kecil dan kotor, aku merasa selama ini aku terlalu sombong.
Aku merasa sudah cukup belajar, tapi Tuhan selalu menunjukkan ku tiap baris langit baru diatasku dan membawaku melewati badai sedikit demi sedikit dengan sabar.
Tapi rasa pahit ini, bagaimana aku bisa membencinya?
Karena saat kepalaku penat dan hatiku berdebar kencang, saat aku merasa paling lemah dan tidak punya kekuatan, bait bait hijaiyah yang kubaca malah semakin hidup, butir butir tasbih yang bergumam terasa semakin hangat diwajahku dan ayat-ayat Rabb-ku yang biasa terdengar seperti petir, kini berlantun layaknya hujan di telinga, membasahi tenggorokanku yang kering dan menutupi isakanku yang mengadu pada Raja dari segala Raja.
Sungguh aku takut, jika nanti semua ini akan direnggut.
Aku tidak tahu harus berdoa apa, kadang aku bingung apa aku sedih atau bahagia, aku takut dengan ujian ini, tapi aku juga takut keluar dari ujian ini.
Aku takut Tuhan meninggalkanku, dan tidak memelukku lagi. Aku takut alasan aku mendapatkan ujian ini adalah karena Tuhan marah padaku. Aku ingin bacaan qur’an ku seperti ini selamanya, aku ingin aku hanya bisa bersandar kepadanya.
Karena itu, jikapun aku jadi orang paling bodoh didunia, aku tahu aku bisa melakukan satu hal, yaitu berusaha, iktiar dan tawakkal, setidaknya jika aku tidak bisa sehebat yang aku mau, aku masih bisa menunjukkan pada Rabbku kalau aku tidak pernah menyerah. Kalau aku selalu yakin kepada-Nya, bahwa semua yang terjadi adalah untukku, untuk jiwaku, untuk amalku dan untuk kebaikanku.
Sungguh Ya Rabb, jangan tinggalkan aku yang bodoh ini sendirian di dunia yang penuh godaan, Ya Rabb jika aku melakukan kesalahan berkali-kali, izinkan aku kembali padamu berkali kali juga.
Darah, keringat dan air mata. Bodohnya aku yang takut, padahal aku tahu bahwa jika Rabbku membuat ku hidup dalam ujian, Ia juga akan menyanggupiku untuk melewatinya.